Review Buku The Other Einstein By Marie Benedict
Judul Buku : The Other Einstein
Penulis : Marie Benedict
Penerbit : Buana Ilmu Populer
Tahun Terbit : Februari 2018
J. Halaman : 384
Bahasa : Indonesia
J. Halaman : 384
Bahasa : Indonesia
Sinopsis
Mitza Maric berbeda dengan perempuan kebanyakan . Sebagian besar gadis berusia dua puluh tahun menjalani takdir atau perannya sebagai istri atau ibu rumah tangga. Sebaliknya Mitza, dengan dukungan penuh ayahnya, belajar fisika di Universitas elite Zurich bersama para mahasiswa laki - laki. Tapi, Mitza cukup pintar untuk mengetahui bahwa , baginya matematika atau sains adalah jalur yang lebih mudah daripada menikah.
Seiring berjalannya waktu, Albert Einstein , teman kuliahnya , menaruh perhatian padanya dan pilihan Mitza berubah. Mereka pun menikah , menjalin kemitraan pikiran dan hati. Tetapi sepertinya tidak ada ruang untuk lebih dari satu genius dalam sebuah pernikahan.
My review
Buku ini menceritakan tentang seorang wanita bernama Mitza yang adalah istri Einstein saat masih menjadi mahasiswi di universitas Politeknik Zurich. Tekad bulat belajar dan masuk universitas sendirian dan jauh dari keluarga membuat sosok Mitza sendiri adalah wanita yang tangguh sekaligus juga pintar. Walaupun Mitza mengidap disabilitas atau cacat sejak lahir keinginan untuk Mitza sekolah tidak menyurutkan impiannya. Hal itu dikarenakan ada dukungan dari ayahnya yang sangat ingin anak perempuannya menjadi andalan keluarga.
Pada abad 18 memang wanita yang masih muda dianggap tidak perlu mengecam pendidikan tinggi. Di jaman tersebut wanita - wanita akan disiapkan untuk menikah muda terlepas walaupun ia pernah bersekolah namun pada akhirnya ia harus siap dinikahkan oleh keluarga pilihan orang tuanya.
Namun, menurut saya ayah dari Mitza adalah sosok pribadi favorit saya. Ia tidak membiarkan putrinya menuruti tradisi, ia ingin agar putrinya layak mendapatkan pendidikan sama seperti para pria yang lain. Apalagi masa lalu dari ayah Mitza yang berusaha keras dari nol hingga menjadi seorang yang kaya raya yang sanggup memperbaiki perekonomian keluarga mereka. Saya salut dengan ayah Mitza ini terlebih saya sangat mengagumi beliau sehingga saya langsung mengingat ayah saya sendiri.
Untuk asmara dari Mitza dan Einstein menurut saya terjalin secara perlahan namun tetap manis untuk diceritakan. Saya suka dimana Einstein yang kala itu diceritakan adalah pria yang awut - awutan dan juga berantakan melakukan pendekatan dengan Mitza. Sehingga membuat Mitza menjadi salah tingkah.
Sama seperti di jaman sekarang yang masih ada yang menganggap wanita tidak layak mendapatkan pendidikan yang tinggi membuat suatu polemik tersendiri. Coba bayangkan jika ada seorang istri yang memiliki jabatan dan pekerjaan tinggi dan suami adalah orang yang pekerjaannya biasa - biasa saja. Kenyataannya rumah tangga akan tidak ada kenyamanan. Seorang wanita yang juga istri harus mengalah dan memahami kodratnya yang hanya mengurus suami dan anak - anak. Itulah hal yang terjadi jika seorang wanita sudah berkeluarga. Harus melepas semua impiannya dan menyimpan didalam hati. Dan hanya mengandalkan suami sebagai kepala keluarga karena ia adalah pemimpin dari keluarga.
Menurut saya wanita juga berhak memiliki impian yang besar jadi jika ia menikah apakah harus ia mengubur impiannya. Itu semua tergantung pilihan masing - masing. Apalagi di jaman teknologi saat ini masih ada saja perempuan di anggap tidak kompeten. Bahkan tidak setara dengan laki - laki. Dan selalu dianggap wanita pribadi yang lemah. Apa yang saya rasakan ketika membaca buku ini adalah mata saya terbuka dan hati saya terluka.
Buku ini sangat bagus dan layak di baca. Karena kesemuanya dan apa yang terjadi itu tergantung pilihan. Semua manusia mendapatkan porsi dan jatah yang sama untuk berjalan menggapai tujuan. Tetapi, terkadang jalan menuju hal tersebut bisa berbeda tergantung pilihan kita mau kemana. Ke kiri atau ke kanan. Kedepan atau mundur ke belakang.
Pada abad 18 memang wanita yang masih muda dianggap tidak perlu mengecam pendidikan tinggi. Di jaman tersebut wanita - wanita akan disiapkan untuk menikah muda terlepas walaupun ia pernah bersekolah namun pada akhirnya ia harus siap dinikahkan oleh keluarga pilihan orang tuanya.
Namun, menurut saya ayah dari Mitza adalah sosok pribadi favorit saya. Ia tidak membiarkan putrinya menuruti tradisi, ia ingin agar putrinya layak mendapatkan pendidikan sama seperti para pria yang lain. Apalagi masa lalu dari ayah Mitza yang berusaha keras dari nol hingga menjadi seorang yang kaya raya yang sanggup memperbaiki perekonomian keluarga mereka. Saya salut dengan ayah Mitza ini terlebih saya sangat mengagumi beliau sehingga saya langsung mengingat ayah saya sendiri.
Untuk asmara dari Mitza dan Einstein menurut saya terjalin secara perlahan namun tetap manis untuk diceritakan. Saya suka dimana Einstein yang kala itu diceritakan adalah pria yang awut - awutan dan juga berantakan melakukan pendekatan dengan Mitza. Sehingga membuat Mitza menjadi salah tingkah.
Sama seperti di jaman sekarang yang masih ada yang menganggap wanita tidak layak mendapatkan pendidikan yang tinggi membuat suatu polemik tersendiri. Coba bayangkan jika ada seorang istri yang memiliki jabatan dan pekerjaan tinggi dan suami adalah orang yang pekerjaannya biasa - biasa saja. Kenyataannya rumah tangga akan tidak ada kenyamanan. Seorang wanita yang juga istri harus mengalah dan memahami kodratnya yang hanya mengurus suami dan anak - anak. Itulah hal yang terjadi jika seorang wanita sudah berkeluarga. Harus melepas semua impiannya dan menyimpan didalam hati. Dan hanya mengandalkan suami sebagai kepala keluarga karena ia adalah pemimpin dari keluarga.
Menurut saya wanita juga berhak memiliki impian yang besar jadi jika ia menikah apakah harus ia mengubur impiannya. Itu semua tergantung pilihan masing - masing. Apalagi di jaman teknologi saat ini masih ada saja perempuan di anggap tidak kompeten. Bahkan tidak setara dengan laki - laki. Dan selalu dianggap wanita pribadi yang lemah. Apa yang saya rasakan ketika membaca buku ini adalah mata saya terbuka dan hati saya terluka.
Buku ini sangat bagus dan layak di baca. Karena kesemuanya dan apa yang terjadi itu tergantung pilihan. Semua manusia mendapatkan porsi dan jatah yang sama untuk berjalan menggapai tujuan. Tetapi, terkadang jalan menuju hal tersebut bisa berbeda tergantung pilihan kita mau kemana. Ke kiri atau ke kanan. Kedepan atau mundur ke belakang.
Comments
Post a Comment